Jumat, 21 Oktober 2011

Tuti Jadi Budak Seks, Lalu Terancam Pancung

Tuti Jadi Budak Seks, Lalu Terancam Pancung: Mata pria ini sayu berkaca-kaca. Ia seorang buruh tani. Datang jauh dari Desa Cikeusik, Majalengka Jawa Barat, Kamis 13 Oktober 2011, berjam-jam ia di Kementerian Luar Negeri Jakarta. Warjuki, begitu nama pria paruh baya ini, meminta bantuan atas nasib anaknya, Tuti Tursilawati. "Selamatkan anak saya dari hukum gantung," katanya dengan suara bergetar. Sang anak, yang mengantang nasib di Arab Saudi menjadi pembantu rumah tangga itu, kini di pintu kematian. Ia sudah masuk dalam daftar tunggu siap dipenggal Algojo Arab Saudi. Wanita pendiam ini dijatuhi hukuman mati alias qhisas atas perbuatannya membunuh majikan pria. Dan hari kematian itu sudah ditentukan. Tinggal menghitung hari. Keluarga korban yang bersikeras tidak memberi ampun dan menolak diyat atau ‘uang darah’, menuntut Tuti segera dieksekusi usai musim haji tahun ini, atau sekitar 6 November 2011 mendatang. Menurut Warjuki, putrinya tak tahu ancaman eksekusi pancung itu. “Di sana dia tidak tahu bahwa akan dipancung. Dia tidak akan tahu, yang tahu keluarga di Indonesia saja," ungkap Warjuki, dengan mata sendu. Duka dan bingung juga dirasakan sang ibu, Iti Sarmini. Kabar putrinya bakal dipancung bagai petir di siang bolong. Sama seperti Warjuki, Iti juga sudah memutuskan bahwa kegelisahan dan tangis keluarga di Majalengka tidak ditularkan kepada Tuti yang sedang mendekam di penjara Kota Thaif. "Ayahnya cuma tanya kabar. Tidak tanya bagaimana hukuman. Takut dia nggak kuat terima omongan dari bapaknya," kisah Iti sembari menangis. Iti mengaku memendam rindu pada putrinya. "Terakhir ketemu ya dulu, waktu berangkat saja, sampai sekarang belum ketemu lagi. Sudah sekitar 2 tahun 1 bulan,"katanya. Putra semata wayang Tuti juga belum mengetahui nasib tragis yang mengancam ibunya. "Dia belum tahu ibunya dimana atau bagaimana, karena dia masih kecil, belum tahu apa-apa," kata Iti. Kini baik Warjuki, maupun Iti hanya bisa berharap pada pemerintah. Lalu, bagaimana jawaban Menlu? "Pak Menlu siap untuk menyelamatkan. Pak Menlu akan berjuang semaksimal mungkin, tapi semua tergantung dari keluarga Arab Saudi," kata Warjuki. Meski mengaku puas dengan jawaban Menlu, namun Warjuki mengatakan tidak ada janji dari pemerintah, soal pembayaran denda agar Tuti terbebas dari hukuman pancung. Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa menyatakan pemerintah terus berupaya agar Tuti memperoleh keringanan hukuman. "Pihak Konjen kita dan Dubes sudah mengadakan pertemuan dengan Gubernur Mekah. Intinya meminta memfasilitasi pemaafan dari pihak keluarga. Karena kalau sudah titik seperti ini, sesuatu yang bisa ditunda atau dikurangi hukuman itu adalah pemaafan dari keluarga," ujar Marty di DPR RI, Jakarta, Rabu 12 Oktober 2011. Diperkosa majikan dan 9 pria bejat Keputusan Turi mengais rejeki di negeri orang, Arab Saudi mengikuti langkah orang tuanya. Warjuki pernah menjadi supir di negeri 'petro dolar' itu. Sementara Iti bekerja sebagai pembantu. Warjuki menceritakan, Tuti mulai bekerja di Arab Saudi tahun 2009 lalu. Tugasnya, mengurus orang jompo di keluarga majikannya. Dua bulan pertama, ia mengaku betah. Pada November 2009, ia menelepon rumah, mengaku sehat dan dalam kondisi baik. Namun, tiga bulan kemudian, Tuti kembali menelepon, mengaku lelah dan ingin kabur. Sekitar Mei 2010, Tuti menelpon ke orangtuanya dan mengatakan akan mengirim uang. Namun, uang tersebut tak pernah sampai. Meski membuat nyawa majikan melayang, menurut orang tuanya, Tuti tidak bermaksud membunuh. Ia hanya membela diri atas kekerasan seksual yang dilakukan sang majikan. "Perlawanan inilah yang menyebabkan majikannya terbunuh." Setiap kali Tuti melaksanakan tugas, majikan lelakinya selalu menggeranyang. "Mencium, bahkan memperkosanya saat bekerja." Lalu terjadilah malapetaka itu. Pada Selasa 11 Mei 2010, Tuti memukul majikannya itu dengan kayu, menghindari pemerkosaan. Ia mengikat kaki dan tangan pria tersebut, juga menutup matanya. Saat itu dia belum meninggal. "Kabar menyebutkan bahwa majikannya itu baru meninggal 3 jam kemudian di rumah sakit," demikian pengakuan Tuti pada rekannya, Rohidin. Setelah memukul majikannya, Tuti lari, membawa uang gaji senilai 31.500 real Saudi dan sebuah jam tangan dari rumah keluarga majikannya itu. Dalam pelariannya, ia dihampiri oleh seorang laki-laki asli Arab Saudi yang mengendarai mobil sedan berwarna putih. Singkat cerita, ia yang sedang panik memutuskan ikut karena dijanjikan diantar sampai Mekkah. "Tapi dalam perjalanan orang tersebut bukannya mengantarkan Tuti ke Mekah tapi malah membawa dan menaruh Tuti di rumah kosong. Kemudian orang tersebut menjemput 8 orang temannya." Nestapa itu kembali menimpa Tuti. "Tuti diperkosa secara bergantian hingga waktu subuh tiba. Setelah 9 orang ini memperkosa, Tuti baru diantar ke Mekkah dan diturunkan di dekat Masjidil Haram, kemudian 9 orang tersebut langsung pergi dengan membawa tasnya." Kini, keluarga Tuti hanya bisa berharap bantuan pemerintah untuk merayu keluarga korban. "Tinggal satu lagi yang belum terima dan memaafkan Tuti yaitu yang bernama Naif Al-Otaeibi." Presiden diminta turun tangan Wakil Ketua Umum Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), Ramses D Aruan, meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono turun tangan dan bicara terkait vonis hukuman pancung, yang mengancam nyawa pekerja Indonesia di Arab Saudi, Tuti Tursilawati. "Pemerintah harus kuat. Presiden harus turun tangan dan bicara soal itu. Tidak bisa hanya sekelas Menteri atau Satgas. Ini bukan hanya persoalan Kemenlu dan Satgas, tapi persoalan bangsa, dan Presiden harus bicara," ujarnya di Gedung Kemenlu, Jakarta Pusat, Kamis, 13 Oktober 2011. Keringanan hukuman untuk Tuti saat ini terhalang maaf keluarga sang majikan. Menurut Ramses, kendala itu bisa diatasi. Caranya, Presiden bisa menghubungi keluarga korban lewat Raja Arab Saudi. Kata dia, mungkin dengan itu keluarga bisa memaafkan dan membatalkan hukuman pancung terhadap Tuti. "Itu sudah dilakukan oleh Gus Dur. Tapi itu belum dilakukan sekarang, nggak tahu kenapa," kata dia. Pemerintah juga diharapkan bisa menfasilitasi agar keluarga Tuti bisa meminta maaf kepada keluarga korban di Arab Saudi. Sementara di Senayan, nasib Tuti juga jadi perhatian para wakil rakyat. Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan mengatakan DPR akan membantu pemerintah memintakan pengampunan baginya. Taufik mengatakan, tim khusus TKI yang dipimpinnya sudah menyepakati, DPR mengirim surat pada parlemen Arab untuk memintakan pengampunan dari keluarga korban pembunuhan, atau majikan Tuti. "Surat resmi dari DPR itu akan disampaikan pada parlemen sana atau dewan syuro, yang dijadikan bahan pertimbangan disampaikan pada Raja Arab Saudi," kata Taufik di DPR, Kamis 13 Oktober 2011. Menurut dia, sebenarnya upaya pemerintah telah maksimal. Namun, persoalan ada di hilir. Yakni, pengampunan dari keluarga majikan. "Ini dari hasil rapat kemarin, posisi dari Raja Arab sudah membantu pengampunan itu tapi masalahnya keluarga sana belum mau berikan pengampunan. Dari kerajaan saudi pun sudah ajukan permintaan pengampunan dari keluarga sana. “ 26 WNI menanti pancung Tak hanya Tuti yang terancam pancung. Wakil Ketua Umum Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), Ramses D Aruan mengatakan ada 41 orang warga negara Indonesia yang terancam hukuman mati di Arab Saudi. Dari jumlah itu, 26 orang segera dieksekusi oleh pengadilan setempat. "Sudah vonis semua. Tuti adalah salah satu WNI yang benar-benar dalam posisi kritis dan akan sangat sulit diselamatkan," kata Ramses. Menutut data SBMI, lanjut Ramses, sejak tahun 1999 hingga 2011 sudah ada 303 buruh migran Indonesia yang terancam hukuman mati di luar negeri. "Sampai saat ini, belum ada informasi tertulis yang didapatkan oleh keluarga mengenai upaya penyelamatan yang dilakukan oleh BNP2TKI, Kemenlu, Kemenakertrans, dan Satgas Hukuman Mati," kata dia. Berdasarkan temuan SBMI, lanjut Ramses, pada Juli 2011, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah mengirim surat kepada Raja Saudi, Malik Abdullah Bin Abdul Aziz terkait hukuman mati WNI. Isi surat itu tentang permintaan pengampunan kepada empat orang TKW yang dipidana mati atas tuduhan sihir. Keempat WNI itu adalah Warnah Bin Warta Niing, Sumartini Binti Manaungi Galisung, Aminah Binti H. Budi, dan Darmawati Binti Tarjani.


Kalau mau dapat berita-berita terupdate dari blog ini, silahkan di LIKE Facebook!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Archives

Postingan Populer

Entri Populer

Entri Populer

Categories

Total Tayangan Halaman